" Abu Nawas " mungkin sudah banyak yang dengar nama tersebut, dalam pikiran anda mungkin setelah mendengar nama tersebut langsung memikirkan hal hal lucu, jenaka tentang kisah beliau, begitu pula saya :) . Dari kecil saya suka membaca kisah - kisah lucunya, di kemas dalam cerita bergambar / comic sangat-sangatlah menghibur. Dalam perjalanan menuju dewasa saya mulai tertarik dengan sosok beliau, mulai mencari tau siapa beliau sebenarnya, subhanallah.... terkagum-kagum saya setelah membaca semua tentang beliau, mungkin bukan semua tapi hanya beberapa kecil dari kisah beliau, karena beliau memiliki 1001 kisah yang sangat inspiratif dan luar biasa. Sudah lama ingin menulis tentang beliau tapi baru kali ini bisa menulis kekaguman saya akan beliau. karena mengingat kisah beliau yang sangat banyak sehingga susah untuk di uraikan melalui tulisan - tulisan ini.
Abu Nawas adalah pujangga Arab dan
merupakan salah satu penyair terbesar sastra Arab klasik. Penyair ulung
sekaligus tokoh sufi ini mempunyai nama lengkap Abu Ali Al Hasan bin
Hani Al Hakami dan hidup pada zaman Khalifah Harun Al-Rasyid di Baghdad
(806-814 M). Oleh masyarakat luas Abu Nawas dikenal terutama karena
kecerdasan dan kecerdikan dalam melontarkan kata-kata, sehingga banyak
lahir anekdot jenaka yang sarat dengan hikmah. Beliau memberikan kelucuan - kelucuannya penuh makna di dalam kehidupan untuk senantiasa di jadikan pembelajaran untuk kita yang membacanya.
Lepas dari semua hal lucu tentang beliau, saya ingin mengulas tentang " Al-I’tiraaf " ( Sebuah pengakuan ) salah satu karya beliau sebagai penyair. Gaya hidup Abu Nawas menjadi
sering glamour dan hura-hura, banyak hal kontroversial yang dilakukannya. Ia
tampil sebagai tokoh unik sekaligus kontroversial dalam khasanah sastra Arab. Abu Nawas tak selalu berlimpah kemewahan, Di
akhir hidupnya ia malah terkena masalah dengan penguasa setempat. Ketika Abu Nawas
membaca puisi Kafilah Bani Mudar untuk Khalifah, tak disangka Khalifah tersinggung
dengan puisi Abu Nawas. Sang penguasa akhirnya menjebloskan Abu Nawas ke
penjara. Di penjara inilah kehidupan Abu Nawas berubah
drastis yang semula penuh kemewahan menjadi penuh keprihatinan, namun justru
saat itulah sisi spiritualnya terketuk. Ia jadi sering mendekatkan diri pada
Allah. Syair-syair dan puisinya yang awalnya berisi kepongahan dan keglamoran
menjadi lebih bernuansa religi dan kepasrahan kepada Allah. Disaat inilah beliau menciptakan syair Al-I'tiraaf.
Syair -syairnya sungguhlah amat menyayat hati, membuat menangis saat saya mendengarnya, sungguh tak kuasa menahan air mata, begitu dalam kalimat yang di lantunkan beliau. Manusia memang tak luput dari kesalahan dan dosa, tak banyak yang bisa saya ungkapkan, mungkin anda bisa membacanya, mendengarkan sendiri kaliamat I'tiraaf beliau dan meresapi arti di balik kalimat - kalimat tersebut, saatnya intropeksi diri, keangkuhan dunia membuat kita lupa akan kewajiban kita, lalai akan larang-laranganNYA. Sungguh hanya Allah SWT tempat kita kembali, tempat kita memohon ampunan.
Berikut ini salah satu karya besarnya sebagai seorang penyair: Al-I’tiraaf – Sebuah pengakuan.
ِإِلهِي لََسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلاَ# وَلاَ أَقوى عَلَى النّارِ الجَحِيم
Wahai Tuhanku ! Aku bukanlah ahli surga, tapi aku tidak kuat dalam neraka Jahim
فهَبْ لِي تَوْبَةً وَاغْفِرْ ذنوبِي # فَإنّكَ غَافِرُ الذنْبِ العَظِيْم
Maka berilah aku taubat (ampunan) dan ampunilah dosaku, sesungguhnya engkau Maha Pengampun dosa yang besar
ذنوبِي مِثلُ أَعْدَادٍ الرّمَالِ # فَهَبْ لِي تَوْبَةً يَاذَاالجَلاَل
Dosaku bagaikan bilangan pasir, maka berilah aku taubat wahai Tuhanku yang memiliki keagungan
وَعُمْرِي نَاقِصٌ فِي كُلِّ يَوْمٍ # وَذنْبِي زَائِدٌ كَيفَ احْتِمَالِي
Umurku ini setiap hari berkurang, sedang dosaku selalu bertambah, bagaimana aku menanggungnya
َإلهي عَبْدُكَ العَاصِي أَتَاكَ # مُقِرًّا بِالذنوبِ وَقَدْ دَعَاك
Wahai, Tuhanku ! Hamba Mu yang berbuat dosa telah datang kepada Mu dengan mengakui segala dosa, dan telah memohon kepada Mu
َفَإِنْ تَغْفِرْ فَأنْتَ لِذاك أَهْلٌ # فَإنْ تَطْرُدْ فَمَنْ نَرْجُو سِوَاك
Maka jika engkau mengampuni, maka Engkaulah yang berhak mengampuni. Jika Engkau menolak, kepada siapakah lagi aku mengharap selain kepada Engkau?
Abu Nawas, sosok yang dikenal sosok lugu, agak pandir dan sering kita anggap sosok konyol yang tingkah dan ucapannya mengundang tawa, sebenarnya adalah orang yang baik dan sangat jujur. Kalimat – kalimat diatas adalah bentuk pengakuan dirinya atas semua dosa – dosa yang telah ia perbuat. Ketika Ia menyadari usianya yang semakin senja, tentu saja kepastian untuk segera kembali menghadap ALLAH itu pun akan segera datang. Ia menangis ketika menyaksikan matahari tenggelam, karena ia menyadari bahwa orang hidup di dunia ini dapat di ibaratkan seperti itu. Namun jarang sekali kita mau merenungkan tanda – tanda kebesaran ALLAH swt. Dan mengambil pelajaran dari peristiwa demi peristiwa dalam hidup kita.
Ketika matahari akan tenggelam sering kali membawa suasana menyenangkan dan warna langit menjadi sangat indah. Sampai – sampai banyak orang yang terlena oleh keindahannya. Sementara mereka tidak menyadari bahwa sebentar lagi matahari akan tenggelam dan kegelapan malampun akan segera menyelimutinya. Kecuali orang yang sadar dan telah menyiapkan diri dengan membawa lentera untuk menerangi ketika malam tiba. ( Ref : kumpulanbiografiulama.wordpress.com ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar